Sabtu, 28 Juli 2012

Hukum Puasa Tapi Tidak Mendirikan Shalat


TULISAN INI MERUPAKAN HASIL MODIFIKASI :
Fuad Suyatman, Ch. M.

Hypnoblogger, Hypnographolog and Hypnolove Master in

1. King Of Mind

(http://seratdakwah.blogspot.com/2012/04/king-of-mind.html)


2. Ztrongmind

(http://www.ztrongmind.net)
and
3. Relax's Mind

(http://www.facebook.com/groups/288023281266070/)

Surakarta

Bismillahirrohmaanirrohiim....


Tanpa terasa, seminggu pertama di bulan Ramadhan telah kita lewati bersama. Bulan yang begitu istimewa lantaran kasih sayang Allah yang sesungguhnya telah kita rasakan tiap harinya, semakin berlimpah saja di bulan penuh keberkahan ini.

So? Tak heran jika kemudian di bulan penuh kemuliaan ini banyak orang yang lantas berlomba – lomba untuk 'mencari perhatian Allah'. Tentu saja semua ini dilakukan agar kasih sayang Allah yang selama ini sesungguhnya telah kita terima kemudian dengan segala amal kebaikan yang kita lakukan akan makin menjadikan kasih sayang itu membesar dan terus membesar. Tentu saja harapan itu kemudian sejalan pula dengan keinginan kita untuk mendapatkan pahala dari berbagai ibadah dan perbuatan baik, terutama puasa.

Namun ditengah keasyikan dan kenikmatan kita dalam menjalani ibadah puasa, ternyata masih ada juga orang-orang yang ironisnya justru melaksanakan ibadah puasa namun disaat yang sama pula dia meninggalkan shalat. (hmm...semoga kita tidak termasuk golongan yang demikian itu ya :D).


Oke..!!! Bicara tentang masalah shalat?
Sesungguhnya kita semua generasi muslim sudah sangat mengerti bahwasanya shalat merupakan kewajiban mutlak bagi umat islam baik saat bulan ramadhan ataupun bulan lainnya. Sebagaimana puasa, shalat sendiri termasuk salah satu dari lima ibadah yang menjadi pondasi utama tegaknya benteng keislaman dalam diri kita.

Ya.. shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Dan lantaran begitu pentingnya ibadah shalat ini, jika kita mengacu pada apa yang dinamakan rukun Islam? Keberadaan shalat ini bahkan menempati urutan kedua setelah syahadat(bahkan letaknya pun jelas-jelas berada di grade kedua sebelum puasa dan zakat).

Mari kita lihat tata urutan Rukun Islam dibawah ini. Bahwasanya keislaman seseorang itu tegak lantaran lima rukun :

Pertama, Syahadat
Kedua, Shalat
ketiga, Puasa
Keempat Zakat, dan
Kelima ialah menunaikan ibadah Haji ke Baitullah.

So, dengan melihat kelima rukun Islam diatas, makin jelaslah bahwasanya sesudah kita beriman dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, hal yang seharusnya menjadi perhatian pertama kali tiada lain adalah kesediaan dan ketulusan yang berpadu dengan kemantapan hati untuk menjalankan shalat.

Lhaa... Sesudah kita menjalankan shalat 5 waktu secara rutin, dan ketika tiba bulan ramadhan itu barulah kita kemudian diwajibkan untuk berpuasa 1 bulan penuh. Tentu dengan tanpa meninggalkan shalat satu waktu pun. (Ya eyalah... logika sederhananya? Karena pasti sudah terbiasa mendirikan shalat sejak sebelum Ramadhan, ibadah shalat lantas sudah seharusnya menjadi sebuah nafas kebiasaan yang tak tertinggalkan. Ya kan? :D).

Kesemua itu kemudian akan makin lengkap manakala di akhir bulan Ramadhan kita diwajibkan untuk melaksanakan Zakat Fitrah, dan juga zakat – zakat lainnya di luar bulan Ramadhan. Puncaknya tentu saja ialah timbulnya perasaan rindu pada-Nya yang makin memuncak manakala hati kita merasa sudah semakin dikuatkan oleh Allah pasca melaksanakan 4 Rukun Islam. Ya, jika kemudian Allah menganggap kita sudah layak mendapatkan puncak rukun Islam, maka dengan segala keajaiban dan rahmat-Nya lah kemudian kita akan dimampukan untuk menggenapi rukun Islam kita dengan memperjalankan kita dalam rangkaian ibadah penuh keajaiban yang bertajuk Ibadah Haji ke Tanah Suci.

Nah, bukankah begitu logikanya? Lagipula ada hadist nabi yang mengatakan begini :
“Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang mengerjakannya berarti ia menegakkan agama, dan barang siapa meninggalkannya berarti ia meruntuhkan agama.” (HR. Bayhaqi)


So? Jika Shalat adalah tiang agama, berarti Syahadat adalah pondasi yang menandakan bahwa orang tersebut adalah muslim. Puasa adalah atap, zakat adalah tembok, dan haji adalah penyempurna bangunan. Dengan begitu apabila kita menjalankan puasa tetapi meninggalkan shalat adalah seperti kita membangun atap tanpa tiang. Dan antum semua tahu kan? Sesungguhnya hal yang demikian itu hanyalah sesuatu yang mustahil..!!!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad dan Para penulis kitab Sunan dari hadits Buraidah radhiallahu ‘anhu) Jabir radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Tak hanya itu aja, sahabat..!!! Allah Ta’ala sendiri berfirman dalam sebuah surat yang tentu saja tak asing bagi kita, yakni Qs. Al Maa'uun ayat 4-5: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (Al-Maa’un: 4-5).

Jadi pertanyaannya sekarang? Tentunya kita tak mau khan menjadi orang merugi yang membangun atap tanpa tiang, yang menjalankan puasa tanpa menegakkan shalat? Lantas bagaimana argumen ulama besar Islam seputar hal ini?

Hukum Puasa Tapi Tidak Mendirikan Shalat Menurut Imam Qardhawi dan Syeikh Utsaimin


Syekh Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa setiap Muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara keseluruhan, yaitu menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu.

Barangsiapa yang meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban ini tanpa uzur, dia telah melanggar perintah Allah.

Mengenai masalah ini para ulama Islam berbeda pendapat. Ada yang berpendapat kafir terhadap orang yang meninggalkan salah satunya, ada yang menganggap kafir terhadap orang yang meninggalkan shalat dan tidak mengeluarkan zakat, dan ada pula yang menganggap kafir terhadap orang yang meninggalkan shalat saja mengingat kedudukannya yang sangat penting dalam agama.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "(Hal yang membedakan) antara seseorang dengan kekafiran ialah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim).

Mereka yang mengafirkan orang yang meninggalkan shalat beranggapan bahwa puasa orang yang meninggalkan shalat tidak diterima Allah. Alasannya, ibadah orang kafir sama sekali tidak diterima Allah.

Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa orang tersebut masih tetap dalam keadaan iman dan Islam selama dia masih membenarkan Allah dan Rasul-Nya beserta semua ajaran yang beliau bawa, dengan tidak mengingkarinya atau meragukannya.

Mereka hanya menyifati orang tersebut durhaka terhadap perintah Allah. Barangkali pendapat ini merupakan pendapat yang paling adil dan paling mendekati kebenaran.

Jadi, orang yang tidak memenuhi sebagian kewajiban karena malas atau karena mengikuti hawa nafsunya tetapi tidak mengingkari dan meremehkan ajaran Allah serta masih melaksanakan sebagian kewajiban yang lain, masih tetap dianggap orang Islam meskipun Islamnya tidak sempurna dan imannya lemah.

Memang dikhawatirkan imannya akan bertambah rusak bila ia terus menerus meninggalkan sebagian kewajiban tersebut. Tetapi Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala amal kebajikan yang dilakukan seseorang, bahkan yang bersangkutan berhak mendapatkan pahala di sisi Allah.


Sementara itu, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin -rahimahullah- pernah ditanya: “Apa hukum orang yang berpuasa namun meninggalkan shalat?”

Beliau rahimahullah menjawab:

“Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.”
(Qs. At Taubah [9]: 11)

Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)

Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma’ (kesepakatan) para sahabat.

‘Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah- (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” [Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari 'Abdullah bin Syaqiq Al 'Aqliy; seorang tabi'in. Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52, -pen]

Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.

Oleh sebab itu, Syeikh Utsaimin di akhir penjelasannya seputar ini mengatakan, “Shalatlah kemudian tunaikanlah puasa.”

Adapun jika engkau puasa namun tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir (karena sebab meninggalkan shalat) tidak diterima ibadah dari dirinya.

Finally, mumpung masih dalam rangka mengisi Indahnya Ramadhan mari kita sempurnakan ibadah kita di bulan Ramadhan ini. Sehingga setelah berakhir nya bulan ini, kita menjadi orang yang jauh lebih bertaqwa kepada Allah SWT


Sumber :

1. http://uniqpost.com/20717/berpuasa-tapi-meninggalkan-shalat/
2. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/12/07/21/m7ialb-fatwa-qardhawi-puasa-tapi-tidak-shalat-sahkah
3. http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/puasa-tetapi-tidak-shalat.html
4. Artikel www.muslim.or.id
5. Majmu' Fatawa wa Rosa-il Ibnu 'Utsaimin, 17/62, Asy Syamilah Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal Dari artikel Puasa Tetapi Tidak Shalat — Muslim.Or.Id

0 komentar:

Posting Komentar