Ketika anak kita melakukan kesalahan besar ataupun kecil, kita cenderung menghukumnya, bukan? Entah itu dengan mengomelinya atau menghentikan uang jajan atau melarangnya bepergian pada akhir pekan. Pertanyaannya, efektifkah cara itu?
Penulis : Tim AndrieWongso
Di Tulis kembali di blog ini Oleh :
Fuad Suyatman (Fuad Hasan P. Salman bin Suyatman)
The Craziest and The Most Productive Blogger sekaligus juga
Praktisi Hypnosis solo binaan Ztrongmind -Sebuah Organisasi Hypnosis yang tengah Booming di Blora dan Kota asal Mobil Esemka,Solo
Kejadian ini dialami Dr Arun, cucu mendiang Mahatma Gandhi, saat usianya masih 16 tahun. Keluarganya tinggal di sebuah perkebunan tebu yang berjarak sekitar 28 km dari kota Durban, Afrika Selatan. Rumah mereka berada di pelosok desa terpencil.
Suatu hari ayahnya meminta Arun menemaninya ke kota untuk menghadiri suatu konferensi selama seharian penuh. Permintaan ini disambut dengan sangat antusias karena itu berarti ia bisa "berjalan-jalan" ke pusat kota. Setelah mengantar sang ayah, Arun juga diminta untuk membawa mobilnya ke bengkel untuk diperbaiki. Dan setelah itu, Arun disuruh untuk menjemput sang ayah di tempat konferensi.
Nah, selagi menunggu perbaikan mobilnya, Arun pergi ke bioskop. Namun saking asyiknya menonton film-film John Wayne, ia jadi lupa waktu. Ia pun segera mengambil mobil di bengkel dan lalu menjemput ayahnya yang sudah menanti selama hampir satu jam.
Sewaktu ditanya ayahnya alasan keterlambatannya, Arun memilih untuk berbohong karena merasa sangat bersalah dan malu untuk mengatakan yang sebenarnya. Kata Arun, "Tadi mobilnya belum selesai diperbaiki, sehingga Arun harus menunggu."
Sayangnya tanpa sepengetahuan Arun, sang ayah sebelumnya sudah menghubungi bengkel mobil itu, sehingga sang ayah tahu kalau anaknya itu sedang berbohong.
Dengan wajah sedih sembari menatap anaknya, sang ayah berkata, "Arun, sepertinya ada yang salah dengan cara ayah mendidik dan membesarkan kamu, sehingga kamu tak berani bicara jujur pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, biarlah ayah pulang dengan berjalan kaki. Dengan begitu, ayah bisa merenungkan di mana letak kesalahan ayah."
Saat itu Arun sungguh menyesali perbuatan bodohnya itu. Sejak kejadian itu, Arun berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi berbohong kepada siapa pun.
Dr Arun kini menyadari betul betapa berharganya pelajaran yang diberikan sang ayah waktu itu. Seandainya saat itu sang ayah menghukumnya seperti yang dilakukan orangtua pada umumnya ketika menghukum anaknya, ia mungkin akan menderita atas hukuman itu dan sedikit saja menyadari kesalahannya. Namun, tindakan evaluasi diri sang ayah yang tanpa kekerasan itu justru memiliki kekuatan luar biasa untuk mengubah diri Dr Arun sepenuhnya.
LANTAS BAGAIMANA CONTOH MENDIDIK ANAK DENGAN KETELADANAN?
ama Luqmanul Hakim sangat popular dalam dunia Islam, karena nasihat-nasihatnya yang penuh hikmah. Bukan sekadar pesan, namun nasihatnya merupakan pendidikan seorang bapak terhadap anaknya yang penuh dengan kasih sayang serta ajaran tentang akidah dan akhlak. Karena keteladanannya dalam mendidik anak itu pula, Allah mengabadikan namanya dalam Alquran, yakni Surah Luqman.
Tentang asal-usul Luqman, ada beda pendapat di antara para ulama. Ibnu Abbas menyatakan bahwa Luqman adalah seorang tukang kayu dari Habsyi. Riwayat lain menyebutkan, ia bertubuh pendek dan berhidung mancung dari Nubah, dan ada yang berpendapat dia berasal dari Sudan. Dan, ada pula yang berpendapat Luqman adalah seorang hakim di zaman Nabi Daud Alaihissalam.
Ada enam hal penting yang disampaikan Luqman kepada anaknya. Pertama, larangan mempersekutukan Allah. (QS Luqman: 13). Kedua, berbuat baik kepada dua orang ibu-bapak. (QS Luqman: 14). Ketiga, sadar terhadap pengawasan Allah. (QS Luqman: 16). Keempat, mendirikan shalat, ‘amar makruf nahi mungkar, dan sabar dalam menghadapi persoalan. (QS Luqman: 17). Kelima, larangan sombong dan membanggakan diri (QS Luqman: 18). Dan keenam, bersikap sederhana dan bersuara rendah (QS Luqman: 19).
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Luqman tersebut, terutama soal keteladanan seorang bapak dalam mendidik anak. Luqman menanamkan tauhid dan keimanan kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala, juga norma dan tata cara berhubungan dengan keluarga dan masyarakat luas. Luqman tidak hanya berbicara, tapi langsung memberikan uswah (teladan) kepada anaknya.
Urgensi keteladanan disebutkan dalam hadits nabi. “Barang siapa yang memberikan contoh baik, maka baginya pahala atas perbuatan baiknya dan pahala orang yang mengikuti hingga hari kiamat, yang demikian itu tidak menghalangi pahala orang-orang yang mengikutinya sedikit pun. Dan barang siapa yang memberi contoh buruk, maka baginya dosa atas perbuatannya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat. Yang demikian itu tanpa dikurangi sedikit pun dosa orang-orang yang mengikutinya.” (HR Imam Muslim).
Dalam konteks sekarang, kisah Luqman perlu disosialisasikan secara terus-menerus di tengah bermunculannya kasus anak-anak yang tidak mendapatkan hak sewajarnya dalam keluarga. Mereka hidup nyaris tanpa perlindungan. Bahkan, banyak anak hidup di bawah ancaman dan kekerasan, karena orang tua lari dari tanggung jawab.
Di sisi lain, kini banyak perilaku negatif di masyarakat yang bisa mendorong anak-anak menjadi jauh dari akidah dan akhlak Islam. Tayang televisi yang kurang bermutu, serta maraknya aksi pornografi dan pornoaksi, merupakan bagian dari penyebabnya. Akibatnya, anak-anak kerap mengalami krisis keteladanan.
kunci dalam pendidikan dengan keteladanan itu satu yakni :
"Keteladanan orang tua lebih mudah ditiru anak ketimbang hanya sekadar kata-kata, karena keluarga merupakan interaksi yang pertama bagi anak untuk mengenal lingkungan mereka. Untuk itu, jadilah orang tua yang bisa ditauladani."
Untuk itu, keluarga memegang peran penting agar anak-anak menemukan keteladanan dalam hidupnya. Dari keluarga, anak menemukan tata nilai agama dan norma yang berhubungan dengan masyarakat, sebagaimana diajarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Sehingga, terbentuk keluarga sakinah yang senantiasa dinaungi hidayah Allah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam."
Luar biasa bukan?!
sumber:
http://www.andriewongso.com/artikel/family_corner/4570/Mendidik_Tanpa_Kekerasan/
http://temankampus.com/cerita-kampus/pendidikan-anak-bicara-orang-tua/
http://dakwahsyariah.blogspot.com/2012/01/kajian-keteladanan-dalam-mendidik-anak.html
0 komentar:
Posting Komentar